Teruntuk Kamu, Orang yang Selalu Ingin Jadi Ubur-Ubur.

Wikaranosa Supomo
3 min readMar 17, 2020

Halo, bagaimana tidurmu beberapa malam belakangan ini? Aku meminta maaf belum mampu menceritakanmu dongeng pengantar lelap seperti yang kujanjikan beberapa waktu lalu. Aku meminta maaf belum mampu menemanimu terjaga menanti sakit mereda ataupun insomnia terurai, pun untuk hanya sekadar menunggu matahari.

Namun, aku berharap kamu tidur seperti manusia. Atau mungkin sepertiku saja. Mendengkur berisik setelah capai menjalani hari.

Dari seluruh apa-apa saja yang seharusnya kuucapkan, aku memilih terima kasih untuk awal ungkapan ini. Karena tanpamu mungkin aku akan jadi debu. Tanpamu mungkin aku akan tetap kering tak kenal tangis.

Aku berterimakasih kepadamu. Atas seluruh motivasi darimu. Atas seluruh omelan-omelanmu. Atas seluruh panggilan "ngeng" yang entah kenapa selalu lucu. Juga atas seluruh post tentang bulbasaur atau hal-hal random yang kamu bagikan di DM sosial mediaku.

Namun lebih jauh, aku ingin berterimakasih kepadamu untuk menjadi kuat. Sejak dulu sampai sekarang pun. Engkau masih tetap salah seorang panutanku dalam menjalani hidup.

Lebih-lebih setelah mengenalmu lebih dalam. Aku merasa kamu tanpa sadar mengajariku untuk bertahan. Bukan soal menjadi tahan banting dan menanggung segalanya. Namun lebih kepada menerima diri sendiri yang ternyata begitu rapuh. Bahwa ternyata merasa dan tampak lemah itu tidak mengapa.

Aku berterimakasih kepadamu telah mau menerimaku menjadi diriku tanpa topeng apa-apa. Terima kasih telah membiarkanku yang menyebalkan ini menampakkan kepolosan, kekanak-kanakannya, bahkan sisi paling gelap dari sumur hatiku yang kau bilang tak terlihat dasarnya.

Karena seperti katamu, manusia ingin diterima tanpa syarat apapun. Dan kamu menerimaku entah dengan syarat apa yang mungkin kulupa. Dengan demikian aku ingin menerima dan menemanimu pula. Walaupun mungkin munafik bilang aku akan selalu ada (seperti sabdamu), aku akan berusaha menjadi sebuah ruang untukmu berkeluh kesah ssnyamannya. Tanpa ada perkataan apapun yang menghakimi.

Untuk kamu, yang diregang oleh benalu,

Aku tidak akan berkata sabar atau semangat.
Karena setelah ungkapan-ungkapan menenangkan itu tercekat,
Aku dan diriku akhirnya mencapai kata sepakat
Daripada banyak berkata, aku hanya bisa menjadi teman
Yang mencoba menemanimu menghadapi hidup pelan-pelan
Yang mencoba menjeda akhir tanpa bertanya kapan

Untuk kamu, yang terlilit benalu,

Aku tidak berdoa kepada Tuhan, kamu dikuatkan
Karena Tuhan seharusnya bangga kamu masih mau makan
Dengan betapa banyak nikmat kalori yang menjadi pantangan
Aku kemudian akan berdoa kepada Tuhan agar diberi berbagai kesempatan
Untuk lebih menemanimu dalam perjuangan bertahan
Hingga kemudian salah satu dari kita berjalan masing-masing sendirian

Untuk kamu, yang dipasung benalu,

Aku berharap masing-masing dari kita tidak ke mana-mana
Hingga nanti Tuhan melewati waktu yang fana
Menggantinya menjadi kekal yang merona.

Halo,
Maaf mungkin kata-kata ini semakin kehilangan arahnya. Tapi biarlah kata-kata ini menguap. Asalkan kita tak sama-sama hilang.

Perbolehkan aku kemudian masih berbicara denganmu. Sebagai adik kecil yang merengek meminta es pisang ijo. Atau sebagai seorang infp bodoh yang hobi beecerita berbagai hal. Atau sesederhana seorang teman yang menemanimu bertahan.

Lalu kemudian istirahatlah.

Istirahatlah menjadi manusia di Ibu Kota. Istirahatlah dari seluruh rasa sakit-sakit yang kadang menghampiri di akhir bulan taatkala menyusun laporan. Aku tidak mendoakanmu sembuh. Aku berdoa kepada Tuhan supaya Dia berlaku adil terhadapmu.

Istirahatlah tanpa terpikirkan hal-hal yang mengganggu tidurmu. Jadilah ubur-ubur, keong, kerang, atau apapun yang kau inginkan. Karena aku tahu menjadi manusia itu melelahkan.

Istirahatlah, Mbak. Istirahatlah tanpa memikirkan hal-hal yang mengganggu lelapmu. Aku tidak akan memintamu mengenali batasan dirimu. Tidak usah dipikirkan. Istirahatlah.

Namun, sebelum aku mengistirahatkan kata-kata ini.
Terima kasih telah menjadi seorang kakak perempuan yang sedari dulu kuidamkan. Terima kasih telah menjadi pundak dan lemari bagi anak pertama yang keras kepala ini.

Surabaya, 17 Ketiga di 2020.
#np Chopin — Piano Sonata No. 1 in C minor

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Wikaranosa Supomo
Wikaranosa Supomo

Written by Wikaranosa Supomo

Akan menulis apabila ada isi kepala

No responses yet

Write a response