Tentang Layang-Layang yang Tersangkut di Pohon

Anak kecil yang sedang mengejar layang-layang, acap kali terperosok, dikotori mimpi dan cita-cita yang berserakan di tanah.

Wikaranosa Supomo
3 min readMar 26, 2020

Lelucon itu ditertawakan tepat sebelum jam makan siang. Saat seharusnya isi kepala diletakkan di atas meja belajar berikut juga seluruh buku-buku pelajaran beserta masa depan yang menghantui. Anak kecil itu tengah berlarian bebas menyusuri jalan setapak yang belum tersentuh pembangunan ekonomi. Penuh debu. Penuh kelu.

Dilihatnya ada layang-layang yang lepas. Terbang terarak oleh angin jauh. Tak terikat ekspektasi dunia ataupun realita-realita kejam yang menuntut. Dengan sandal swallow kecil miliknya, anak kecil itu berlari mengejar layang-layang berwarna cerah. Tak peduli sandalnya akan copot atau lututnya akan terluka karena terjembab, laju anak kecil itu tak akan pernah terhenti.

Kaki mungilnya menempuh beberapa tahun pangejaran layang-layang. Dia sedikit kesal layang-layang itu tak kunjung jatuh. Ia sedikit kecewa angin selalu mengarak layang-layang itu semakin menjauhinya. Namun demi dapat menggenggam layang-layang idamannya, dia akan terus berlari. Akan terus bangkit dari pose tersungkurnya.

Namun setelah banyak waktu berlalu anak kecil itu akhirnya berhenti berlari. Dia berhenti di depan sebuah pohon dengan daun yang acak dan ranting yang banyak cabangnya.

Anak kecil itu sedih layang-layang yang dikejarnya tersangkut begitu saja di daun yang rimbun. Anak kecil itu menyadari, di atas pohon akan ada beberapa sedih yang menggantung. Dia ragu untuk memanjat pohon itu. Rasa sakit yang sedari tadi tidak dirasakannya kini menyelimuti tubuhnya. Nafasnya terengah-engah menahan keharusan untuk bersabar. Lututnya rupanya sakit setelah tersandung tanggung jawab untuk dewasa.

Tapi ketika dia melihat layang-layang mungil yang dikejarnya, dia memutuskan untuk naik.

Di dahan yang paling kuat, kambiumnya sudah berumur dan mencuat ke mana-mana, anak kecil itu mulai menyadari dunia bekerja dengan cara seperti apa. Di atas sana, ada buah mangga yang sudah bolong dimakan codot. Ada lukisan pegunungan yang diwarnai dengan krayon -warna gunungnya ungu. Di sebuah sudut paling sepi, juga ada jam dinding usang yang jarum detiknya sudah berhenti dan patah.

Anak itu masih tetap saja melanjutkan pemanjatannya sembari mengumpat dalam hati.

Ketika anak kecil itu merasa dia mulai mendekati layang-layangnya. Dia memperhatikan ada sebuah sarang burung di sebelah kakinya. Sarang itu hanya berisi bayi burung yang berciap di sebelah ibunya yang tergeletak lemah tak berbulu -ayahnya entah ke mana.

Namun, anak kecil itu tak menggubris dan memanjat semakin tinggi.

Hingga akhirnya dia mendekati puncak. Di tempat di mana layang-layang miliknya tersangkut dan bercokol lama. Matanya kemudian berbinar menahan tangis taat kala dia melihat bahwa terrnyata ada beberapa layang-layang lain yang tersangkut di pohon itu.

Layang-layang yang lain itu lebih besar dan lebih indah.

Dengan hati penuh kekecewaan anak itu turun dari pohon. mematikan seluruh inderanya. Marah. Ternyata layang-layangnya yang dikejarnya kalah bagus dari yang lain. Iri hati menguasainya. Tak lagi peduli bajunya sobek di berbagai sisi ketika tersangkut dahan yang tajam. Atau bahkan mungkin ucapan-ucapan yang kejam.

Di dasar pohon, Anak kecil itu kemudian menendang batangnya. Dengan langkah malas, dia kemudian menyeret sandal swallownya pulang di bawah terik. Yang semakin menjadi.

Beberapa kali dia tersandung malu serta kekecewaan.

Dan tumbuh dewasa.

Dalam pengejaran Layang-Layang, 26 Maret 2020
Sial, perjalanannya susah. Ingin mati saja!

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Wikaranosa Supomo
Wikaranosa Supomo

Written by Wikaranosa Supomo

Akan menulis apabila ada isi kepala

No responses yet

Write a response